Thursday, February 27, 2003
Ajaran Islam dan Logika

Posting oleh Ustadz Joban.
Posting ini berupa tanya jawab dari saudari Rahmah Hidayati di Jawa Timur. Sister ini melihat profil pak Ustd di majalah Sahid (Suara Hidayatullah).

Begini ustadz saya punya one question yang saya pikir itu amat saya butuhkan. Orang barat kan kebanyakan tahu Islam itu karena kebenaran islam bukan dari garis keturunan, seperti saya misalkan.
Pertanyaan yang sering mengganjal dalam benak saya adalah sering kali saya mencari-cari pembenaran dalam islam yang bisa dilogika.
Saya pikir orang yang masuk Islam karena tahu Islam itu benar, keyakinanya akanlebih kuat daripada kita. Bagaimana menurut pendapat ustadz.
Tolong dibales ya ustadz alamat saya rahma_hida@plasa.com

Assalamualaikum
Kita yakin bahwa Allah itu Maha Bijaksana (Hakim), Maha Mengetahui (Alim) sehigga semua perbuatannya dan ajaran-Nya mesti mengandung hikmah dan logik. Karena semuanya hasil dari Yang Maha Bijaksana dan Maha Alim. Hanya kalau kita mendapatkan suatu ajaran Islam yang menurut otak kita tidak logik, jangan disalahakn ajarannya, tapi mungkin otak kita belum sampai. Ketika tukang kebun membasmi pohon-pohon (memotong rumput) kecil, bagi pohon-pohon besar disekitarnya tukang kebun itu adalah algojo yang jahat, masa anak-anak mereka dibunuhin. Padahal tukang kebun itu sedang menjaga kelestarian dan keindahan kebun itu. Namun pohon-pohon itu tidak sampai kepada pemikiran yang demikian.
Jadi kalau kita menemukan suatu ajaran Islam yang menurut kita tidak logik, jangan kita tinggalkan ajaran itu, atau menyalahkannya, tapi segara amalkan atas dasar iman dan keyakinan kepada Allah. Kadang-kadang Allah memang sengaja menyembunyikan hikmah dari suatu perintahn-Nya, agar kita mentaati perintah-Nya bukan kerena hikmatnya itu, tapi karena ketaatan kita kepada-Nya. Dari sejak 14 abad kaum muslimin tidak makan babi bukan karena ada cacing pita-kerana itu baru detemukan baru-baru ini saja-tapi kerena mereka yakin bahwa apa yang dilarang oleh Allah pasti tidak baik.
Yang aneh kebanyakan orang tidak pernah bertanya kepada dokter kalau dia dilarang untuk makan ini dan itu. Mereka seolah-olah yakin dengan instruksi dokter. Padahal ilmu dokter dibandingkan dengan ilmu Allah, seperti setetes air dilemparkan keair laut.
Wallahu alam
Mohamad Joban


Photobucket - Video and Image Hosting

Wednesday, February 26, 2003
Dahsyatnya Sedekah

Posting oleh Tonny HS

oleh KH Abdullah Gymnastiar

Dimanakah letak kedahsyatan hamba-hamba Allah yang bersedekah? Dikisahkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Turmudzi dan Ahmad, sebagai berikut :

Tatkala Allah SWT menciptakan bumi, maka bumi pun bergetar. Lalu Allah pun menciptkan gunung dengan kekuatan yang telah diberikan kepadanya, ternyata bumi pun terdiam. Para malaikat terheran-heran akan penciptaan gunung tersebut.
Kemudian mereka bertanya? "Ya Rabbi, adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih kuat dari pada gunung?"

Allah menjawab, "Ada, yaitu besi" (Kita mafhum bahwa gunung batu pun bisa menjadi rata ketika dibor dan diluluhlantakkan oleh buldozer atau sejenisnya yang terbuat dari besi).

Para malaikat pun kembali bertanya, "Ya Rabbi adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih kuat dari pada besi?"

Allah yang Mahasuci menjawab, "Ada, yaitu api" (Besi, bahkan baja bisa menjadi cair, lumer, dan mendidih setelah dibakar bara api).

Bertanya kembali para malaikat, "Ya Rabbi adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih kuat dari pada api?"

Allah yang Mahaagung menjawab, "Ada, yaitu air" (Api membara sedahsyat apapun, niscaya akan padam jika disiram oleh air).

"Ya Rabbi adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih kuat dari air?" Kembali bertanya para malaikat.

Allah yang Mahatinggi dan Mahasempurna menjawab, "Ada, yaitu angin" (Air di samudera luas akan serta merta terangkat, bergulung-gulung, dan menjelma menjadi gelombang raksasa yang dahsyat, tersimbah dan menghempas karang, atau mengombang-ambingkan kapal dan perahu yang tengah berlayar, tiada lain karena dahsyatnya kekuatan angin. Angin ternyata memiliki kekuatan yang teramat dahsyat).

Akhirnya para malaikat pun bertanya lagi, "Ya Allah adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih dari semua itu?"

Allah yang Mahagagah dan Mahadahsyat kehebatan-Nya menjawab, "Ada, yaitu amal anak Adam yang mengeluarkan sedekah dengan tangan kanannya sementara tangan kirinya tidak mengetahuinya."

Artinya, orang yang paling hebat, paling kuat, dan paling dahsyat adalah orang yang bersedekah tetapi tetap mampu menguasai dirinya, sehingga sedekah yang dilakukannya bersih, tulus, dan ikhlas tanpa ada unsur pamer ataupun keinginan untuk diketahui orang lain.

Inilah gambaran yang Allah berikan kepada kita bagaimana seorang hamba yang ternyata mempunyai kekuatan dahsyat adalah hamba yang bersedekah, tetapi tetap dalam kondisi ikhlas. Karena naluri dasar kita sebenarnya selalu rindu akan pujian, penghormatan, penghargaan, ucapan terima kasih, dan sebagainya. Kita pun selalu tergelitik untuk memamerkan segala apa yang ada pada diri kita ataupun segala apa yang bisa kita lakukan. Apalagi kalau yang ada pada diri kita atau yang tengah kita lakukan itu berupa kebaikan.

Karenanya, tidak usah heran, seorang hamba yang bersedekah dengan ikhlas adalah orang-orang yang mempunyai kekuatan dahsyat. Sungguh ia tidak akan kalah oleh aneka macam selera rendah, yaitu rindu pujian dan penghargaan.

Apalagi kedahsyatan seorang hamba yang bersedekah dengan ikhlas? Pada suatu hari datang kepada seorang ulama dua orang akhwat yang mengaku baru kembali dari kampung halamannya di kawasan Jawa Tengah. Keduanya kemudian bercerita mengenai sebuah kejadian luar biasa yang dialaminya ketika pulang kampung dengan naik bis antar kota beberapa hari sebelumnya. Di tengah perjalanan bis yang ditumpanginya terkena musibah, bertabrakan dengan dahsyatnya. Seluruh penumpang mengalami luka berat. Bahkan para penumpang yang duduk di kursi-kursi di dekatnya meninggal seketika dengan bersimbah darah. Dari seluruh penumpang tersebut hanya dua orang yang selamat, bahkan tidak terluka sedikit pun. Mereka itu, ya kedua akhwat itulah. Keduanya mengisahkan kejadian tersebut dengan menangis tersedu-sedu penuh syukur.

Mengapa mereka ditakdirkan Allah selamat tidak kurang suatu apa? Menurut pengakuan keduanya, ada dua amalan yang dikerjakan keduanya ketika itu, yakni ketika hendak berangkat mereka sempat bersedekah terlebih dahulu dan selama dalam perjalanan selalu melafazkan zikir.

Sahabat, tidaklah kita ragukan lagi, bahwa inilah sebagian dari fadhilah (keutamaan) bersedekah. Allah pasti menurunkan balasannya disaat-saat sangat dibutuhkan dengan jalan yang tidak pernah disangka-sangka.

Allah Azza wa Jalla adalah Zat yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang kepada semua hamba-Nya. Bahkan kepada kita yang pada hampir setiap desah nafas selalu membangkang terhadap perintah-Nya pada hampir setiap gerak-gerik kita tercermin amalan yang dilarang-Nya, toh Dia tetap saja mengucurkan rahmat-Nya yang tiada terkira.

Segala amalan yang kita perbuat, amal baik ataupun amal buruk, semuanya akan terpulang kepada kita. Demikian juga jika kita berbicara soal harta yang kini ada dalam genggaman kita dan kerapkali membuat kita lalai dan alpa. Demi Allah, semua ini datangnya dari Allah yang Maha Pemberi Rizki dan Mahakaya. Dititipkan-Nya kepada kita tiada lain supaya kita bisa beramal dan bersedekah dengan sepenuh ke-ikhlas-an semata-mata karena Allah. Kemudian pastilah kita akan mendapatkan balasan pahala dari pada-Nya, baik ketika di dunia ini maupun saat menghadap-Nya kelak.

Dari pengalaman kongkrit kedua akhwat ataupun kutipan hadits seperti diuraikan di atas, dengan penuh kayakinan kita dapat menangkap bukti yang dijanjikan Allah SWT dan Rasul-Nya, bahwa sekecil apapun harta yang disedekahkan dengan ikhlas, niscaya akan tampak betapa dahsyat balasan dari-Nya.

Inilah barangkali kenapa Rasulullah menyerukan kepada para sahabatnya yang tengah bersiap pergi menuju medan perang Tabuk, agar mengeluarkan infaq dan sedekah. Apalagi pada saat itu Allah menurunkan ayat tentang sedekah kepada Rasulullah SAW, "Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah seupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir; seratus biji Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Mahaluas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui," demikian firman-Nya (QS. Al-Baqarah [2] : 261).

Seruan Rasulullah itu disambut seketika oleh Abdurrahman bin Auf dengan menyerahkan empat ribu dirham seraya berkata, "Ya, Rasulullah. Harta milikku hanya delapan ribu dirham. Empat ribu dirham aku tahan untuk diri dan keluargaku, sedangkan empat ribu dirham lagi aku serahkan di jalan Allah."

"Allah memberkahi apa yang engkau tahan dan apa yang engkau berikan," jawab Rasulullah.

Kemudian datang sahabat lainnya, Usman bin Affan. "Ya, Rasulullah. Saya akan melengkapi peralatan dan pakaian bagi mereka yang belum mempunyainya," ujarnya.

Adapun Ali bin Abi Thalib ketika itu hanya memiliki empat dirham. Ia pun segera menyedekahkan satu dirham waktu malam, satu dirham saat siang hari, satu dirham secara terang-terangan, dan satu dirham lagi secara diam-diam.

Mengapa para sahabat begitu antusias dan spontan menyambut seruan Rasulullah tersebut? Ini tiada lain karena yakin akan balasan yang berlipat ganda sebagaimana telah dijanjikan Allah dan Rasul-Nya. Medan perang adalah medan pertaruhan antara hidup dan mati. Kendati begitu para sahabat tidak ada yang mendambakan mati syahid di medan perang, karena mereka yakin apapun yang terjadi pasti akan sangat menguntungkan mereka. Sekiranya gugur di tangan musuh, surga Jannatu na'im telah siap menanti para hamba Allah yang selalu siap berjihad fii sabilillaah. Sedangkan andaikata selamat dapat kembali kepada keluarga pun, pastilah dengan membawa kemenangan bagi Islam, agama yang haq!

Lalu, apa kaitannya dengan memenuhi seruan untuk bersedekah? Sedekah adalah penolak bala, penyubur pahala dan pelipat ganda rizki; sebutir benih menumbuhkan tujuh bulir, yang pada tiap-tiap bulir itu terjurai seratus biji.
Artinya, Allah yang Mahakaya akan membalasnya hingga tujuh ratus kali lipat. Masya Allah!

Sahabat, betapa dahsyatnya sedekah yang dikeluarkan di jalan Allah yang disertai dengan hati ikhlas, sampai-sampai Allah sendiri membuat perbandingan, sebagaimana tersurat dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik, seperti yang dikemukakan di awal tulisan ini.***


Photobucket - Video and Image Hosting

Saturday, February 22, 2003
Semoga Allah Mempertemukan Kita di Syurga

Posting dari Ustadz Joban

Dzikroyat, Tarbawi, Edisi 1 Th. 1 31 Mei 1999M / 15 Shafar 1420

"Barangsiapa yang mengharapkan mati syahid dengan sepenuh hati, maka Allah akan memberikan mati syahid kepadanya, meski ia mati di tempat tidur."

Dunia, hanya satu terminal dari seluruh fase kehidupan. Hanya Allah yang tahu, rentang usia seorang manusia. Saya, khadijah, sebut saja demikian, menikah dengan Muhammad, 3 Oktober 1993. Muhammad, adalah kakak kelas saya di IPB. Pernikahan saya, melalui tahap yang biasa dilakukan oleh ikhsan dan akhwat. Saya tak pernah mengenal Muhammad sebelumnya. Dan, seperti layaknya pasangan baru, fase ta'aruf, konflik, dan kematangan pun saya alami.

Meski baru saling kenal, saya rasakan suami saya sangat sayang pada saya. Seolah, tidak seimbang dengan apa yang saya berikan. Dia banyak membantu. Apalagi ketika saya menyelesaikan tugas akhir kuliah. Bisa dikatakan, ia sekretaris pribadi saya.

Selama menikah, suami sering mengingatkan saya tentang kematian, tentang syurga, tentang syahid, dan sebagainya. Setiap kami bicara tentang sesuatu, ujung-ujungnya bicara tentang kematian dan indahnya syurga itu bagaimana. Kalau kita bicara soal nikmatnya materi, suami mengaitkannya dengan kenikmatan syurga yang lebih indah. Bahkan, berulang-ulang dia mengatakan, nanti kita ketemu lagi di syurga. Kalau saya ingat kata-kata itu, itu bukan kata-kata kosong. Bahkan itu mempunyai makna yang dalam bagi saya.

Hari itu, 16 Januari 1996, kami ke rumah orang tua di Jakarta. Seolah suami saya mengembalikan saya kepada orang tua saya. Malam itu juga suami saya mengatakan harus kembali ke Bogor, karena harus mengisi diklat besok paginya. Menurutnya, kalau berangkat pagi dari Jakarta khawatir terlambat.

Mendekati jam 12 malam, saya bangun dari tidur, perut saya sakit, keringat dingin mengucur, rasanya ingin muntah. Saya bilang pada ibu saya, untuk diobati. Saya kira maag saya kambuh. Saya sempat berpikir suami saya di sana sudah istirahat, sudah tenang, sudah sampai, karena berangkat sejak maghrib. Saya juga sempat berharap kalau ada suami saya, mungkin saya dipijitin atau bagaimana, Tapi rupanya pada saat itulah terjadi peristiwa tragis menimpa suami saya.

Jam tiga malam, saya terbangun. Kemudian saya shalat. Entah kenapa, meskipun badan kurang sehat, saya ingin ngaji. Lama sekali saya menghabiskan lembar demi lembar mushaf kecil saya. Waktu subuh rasanya lama sekali. Badan saya sangat lelah dan akhirnya tertidur hingga subuh.

Pagi harinya, saya mendapat berita, dari seorang akhwat di Jakarta, bahwa suami saya dalam kondisi kritis, Karena angkutan yang ditumpanginya hancur ditabrak truk Tronton di jalan raya Parung. Sebenarnya, waktu itu suami saya sudah meninggal. Mungkin sengaja beritanya dibuat begitu biar saya tidak kaget. Namun tak lama kemudian, ada seorang ikhwah Jakarta yang memberitahukan bahwa beliau sudah meninggal. "Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un".

Entah kenapa, mendengar berita itu hati saya tetap tegar. Saya sendiri tak menyangka bisa setegar itu. Saya berusaha membangun keyakinan bahwa suami saya mati syahid. Saya bisa menasehati keluarga dan langsung ke Bogor. Di sana, suami saya sudah dikafani. Sambil menangis, saya menasehati ibu, bahwa dia bukan milik kita. Kita semua bukan milik kita sendiri, tapi milik Allah. Alhamdulillah Allah memberi kekuatan, Kepada orang-orang yang berta'ziah waktu itu, saya mengatakan, "Do'a kan dia supaya syahid ..... do'akan dia supaya syahid." Sekali lagi, ketabahan saya saat itu semata datang dari Allah. Kalau tidak, mungkin saya sudah pingsan.

Menjelang kematiannya yang amat mendadak, saya tidak merasakan firasat atau tanda-tanda khusus. Hanya, seminggu sebelum suami meninggal, anak saya sering menangis, meski dia tidak apa-apa. Mungkin, karena merasa akan ditinggal oleh bapaknya. Entahlah.

Seperti tuntunan Islam, segala hutang orang yang meninggal harus ditunaikan. Meski tidak ada catatannya, tapi tanpa disadari, saya ingat sekali hutang-hutang suami. Saya memamng sering bercanda sama suami, "Mas kalau ada hutang, catat. Nanti kalau mas meninggal duluan saya tahu saya harus bayar berapa." Canda itu memang sering muncul ketika kami bicara masalah kematian. Sampai saya pernah bilang pada suami saya, "Kalau mas meninggal duluan, saya yang mandiin. Kalau mas meninggal duluan, saya kembali lagi ke ummi, jadi anaknya lagi." Semua itu akhirnya menjadi kenyataan.

Beberapa hari setelah musibah itu, saya harus kembali ke rumah kontrakan di Bogor untuk menurus surat-surat. Saat saya buka pintunya, tercium baru harum sekali. Hampir seluruh ruangan rumah itu wangi, Saya sempat periksa barangkali sumber wangi itu ada pada buah-buahan, atau yang lainnya. Tapi, tidak ada. Ruangan yang tercium paling wangi, tempat tidur suami dan tempat yang biasa ia gunakan bekerja.

Beberapa waktu kemudian, dalam tidur, saya mimpi bersalaman dengan dia. Saya cium tangannya, Saat itu dia mendo'akan saya: "Zawadakillahu taqwa waghafara dzanbaki, wa yassara laki haitsu ma kunti". (Semoga Allah menambah ketaqwaan padamu, mengampuni dosamu, dan mempermudah segala urusanmu di mana saja). Sambil menangis, saya balas dengan do'a itu dengan do'a serupa.

Semasa suami masih hidup, do'a itu memang biasa kami ucapkan ketika kami berpisah. Saya biasa mencium tangan suami bila ia ingin keluar rumah. Ketika kami saling mengingat, kami juga saling mendo'akan.

Banyak do'a-do'a yang diajarkan suami saya. Ketika saya sakit, suami saya menulis do'a di white board. Sampai sekarang saya selalu baca do'a itu. Anak saya juga hafal. Saya banyak belajar darinya. Dia guru saya yang paling baik. Dia juga bisa menjelaskan bagaimana indahnya syurga. Bagaimana indahnya syahid.

Ketika suami meninggal, saya sedang hamil satu bulan, anak yang kedua. Namanya sudah dipersiapkan oleh suami saya, Ahmad Qassam Amrul Haq, kalau lahir laki-laki. Katanya Qassam itu diambil dari nama Izzuddin Al Qassam. Izzuddinnya sudah sering dipakai, dia ingin mengunakan nama Qassam-nya. Lalu, Amrul Haq itu memang nama yang paling dia sukai. Kalau dia menulis di beberapa media, nama samarannya Abu Amrul Haq.

Banyak kesan baik dan kenangan indah yang saya alami bersama suami. Menjelang kematiannya, saya pernah berta'ziyah ke rumah salah seorang teman yang meninggal. Sepulang suami saya dari kerja, saya pernah tanya pada suami, "Mas, kepikiran ngga' tentang mati ?" Kami tidak saling menatap. Suami saya hanya bilang, "Memang ya, tidak ada yang tahu kapan kematian itu." ----------

Waktu saya wisuda, 13 Januari 1996, saya sempat bertanya pada suami, "Mas nanti saya kerja di mana ?" Suami diam saja sejenak. Akhirnya suami saya mengatakan, supaya wanita itu memelihara jati diri. Saya bertanya, "Maksudnya apa ?" "Beribadah, bekerja membantu suaminya, dan bermasyarakat." Saya berpikir bahwa saya harus mengurus rumah tangga dengan baik. Tidak usah memikirkan pekerjaan.

Alhamdulillah, setelah suai saya meninggal, masyaAllah, saya menerima rejeki banyak sekali, lebih dari tiga belas juta. Saya tidak mengira, sampai bingung, diapakan uang sebanyak ini.

Sekarang, setiap bulan saya hidup dari pensiun pegawai negeri suami. Meskipun sedikit, tapi saya merasa cukup. Dan rejeki dari Allah tetap saja mengalir. Allah memang memberikan rejeki kepada siapa saja yang dan tidak tergantung kepada siapa saja. Katakanlah, meski suami saya tidak ada, tapi rejeki Allah itu tidak akan pernah habis.

Insya Allah saya optimis dengan anak-anak saya. Saya ingat sabda Nabi,
"Aku dan pengasuh anak yatim seperti ini," sambil mengangkat dua jari tangannya. Saya bukan pengasuh anak yatim, tapi ibunya anak yatim. Meski masih kecil-kecil, saya sudah merasakan kedewasaan mereka lebih cepat mengerti tentang kematian, tentang neraka, tentang syurga, bahkan tentang syahid.

Rejeki yang saya terima, tak mustahil lantaran keberkahan mereka.


Photobucket - Video and Image Hosting

Thursday, February 20, 2003
Indahnya Kepemimpinan Rasulullah

Posting oleh Riris

Indahnya Kepemimpinan Rasulullah
Khutbah Wukuf Arafah
Oleh: Abdullah Gymnastiar
Disampaikan di Padang Arafah
Tgl 9 Dzulhijjah 1423 H / 10 Februari 2003

Bismillahirrahmaanirrahiim
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Alhamdulillahirabbil'aalamiin
Allahuma shalli 'ala Muhammad wa'ala aalihi waashabihii ajmai'iin

Tiada Tuhan selain Allah yang Maha Menatap, Maha Menggenggam diri kita semua. Dialah satu-satunya yang menguasai segala-segalanya. Dialah yang menentukan kita bisa hadir di tempat yang amat dirindukan oleh umat Islam ini.

Saudaraku yang budiman,
Insya Allah pada hari ini, betapa pun kita tidak bisa melihat Allah swt tapi yakinlah bahwa Allah Maha Menatap kita. Kalaupun kita tidak bisa menyaksikan malaikat, tapi demi Allah, Allah membanggakan diri kita di hadapan para malaikat.

Inilah hari dimana seorang hamba dijadikan haji oleh Allah di padang Arafah. Sepatutnya siapapun yang hadir di tempat ini, merasa amat malu, karena kita bisa hadir di tempat ini bukan karena kemuliaan kita, bukan karena harta kita, bukan karena kekuasaan kita. Jauh lebih banyak orang-orang yang lebih soleh dari pada kita. Yang setiap malam bermunajat kepada Allah meminta agar bisa dijamu di Arafah ini. Banyak orang-orang yang setiap malam menangis meminta kepada Allah agar bisa merasakan nikmatnya sujud di sini. Banyak orang yang lisannya tiada pernah berhenti menyebut nama Allah. Tapi bandingkan dengan kita. Hari-hari kita yang lupa kepada Allah, sodaqoh kita amat sedikit, aib kita melimpah ruah dan dosa kita menggunung tinggi. Maka sebaik-baik haji adalah haji yang sepulang dari tempat ini benar-benar harus berbuat sesuatu. Setidaknya kita harus dapat memperbaiki diri, tidak menjadi orang yang mempermalukan hamba-hamba yang dijamu oleh Allah di Arafah ini.

Saudaraku yang budiman,
Pada hari ini kita melihat dari seluruh penjuru dunia, berdatangan tamu-tamu Allah di padang Arafah ini. Sungguh sesuatu yang tidak pernah kita lihat sebelumnya. Beraneka warna kulit, aneka bentuk tubuh, semuanya menyebut nama Allah. Melangkah, bercucuran keringat, bersimbah peluh, tapi semuanya begitu gigih. Andaikata akan kita renungkan, ini adalah salah satu bukti betapa agung dan hebatnya pengaruh Rasulullah terhadap umat.

Ribuan tahun telah lalu, ribuan kilometer tembus bahkan kita pun datang dari Indonesia ke Tanah Suci. Mudah-mudahan pada siang ini kita bisa mengambil sebuah renungan, salah satu contoh dari Rasulullah yang seharusnya menjadi acuan yang selalu kita tiru, yaitu keindahan kepemimpinan Rasulullah saw. Karena kepemimpinan berarti pengaruh. Makin kuat kepemimpinan seseorang, makin kuat pengaruhnya. Bahkan tembus ke hati kita. Kita rela menabung, kita rela mengurangi makan untuk pergi ke tempat ini. Pemimpin seperti apakah Rasul sehingga bisa tembus ke relung hati kita? Siang malam kita merindukan mimpi berjumpa dengan beliau. Berdesak-desak di Raudhah pun kita jalani. Pemimpin seperti apakah beliau yang bisa menembus jantung kita ini? Sebetulnya inilah warisan rasul yang harusnya kita miliki. Inilah warisan kepemimpinan yang seharusnya menggerakkan keluarga kita, menggerakkan umat.

Saudara-saudaraku,
Kita sekarang sulit mencari pemimpin yang bisa membekas dihati kita. Bahkan seorang anakpun sering merasa ayahnya tidak hadir di hatinya. Ayah seperti apa kalau tidak ada di hati anaknya?
Alangkah indahnya jikalau hadir diantara kita, di negeri kita, di keluarga kita, pemimpin seindah Rasulullah saw. Yang setiap menatap wajah beliau, hati ini menjadi sejuk. Yang setiap mendengar ucapan beliau, bergetar jiwa ini. Yang setiap melihat pribadi beliau, tergerak diri ini. Itulah seindah-indah pemimpin yang seharusnya menjadi warisan, khususnya bagi kita yang pernah dijamu di Arafah ini. Rasulullah mengajarkan bahwa kita ini sebenarnya adalah pemimpin. "Kalian semua adalah pemimpin. Dan kalian akan ditanya semua tentang kepemimpinan." Sayang banyak diantara kita tidak menyadari bahwa kita harus bertanggungjawab di akhirat nanti.

Apa gerangan yang membuat pribadi Rasulullah begitu menghujam di hati kita?

Yang pertama ternyata baginda Rasulullah adalah yang pribadi mulia. Beliau memimpin orang lain diawali dengan memimpin dirinya sendiri. Beliau pimpin matanya sehingga tidak melihat apapun yang akan membusukkan hatinya. Kita kadang memimpin mata saja tidak sanggup. Mengapa hati kita menjadi busuk? Karena mata kita tidak bisa kita kendalikan. Rasulullah memimpin tutur katanya, sehingga tidak pernah beliau bebicara, kecuali kata-kata yang benar, indah, padat dengan makna. Bayangkan, kita berbicara setiap hari ribuan mungkin puluhan ribu kata, tapi mana yang benar? Kadang kita sendiri pun ragu terhadap kata-kata kita.
Rasulullah memimpin keinginannya. Rasulullah memimpin nafsunya sehingga subhanallah... beliau memimpin dirinya sehingga menjadikan mudah memimpin orang lain. Sayang, kita sangat banyak ingin kedudukan, jabatan, kepeimipinan, padahal memimpin diri sendiri saja kita tidak sanggup. Itulah yang menyebabkan seorang pemimpin tersungkur menjadi hina. Tidak pernah ada seorang pemimpin jatuh karena orang lain, seseorang hanya jatuh karena dirinya sendiri.

Oleh karena itu saudara-saudaraku, marilah kita tekadkan sepulang dari tempat ini sebelum saya pimpin keluarga, memimpin lingkungan, saya harus pimpin diri saya. Saya tidak akan hancur kecuali oleh karena diri ini tidak sanggup memimpin mata, lisan, hati, dan perilaku.

Yang kedua, saudara-saudaraku sekalian. Rasulullah saw ternyata memimpin orang lain tidak dengan banyak menyuruh atau melarang. Benar kalau suruhan dan larangan itu hanyalah bimbingan dari Allah. Laqodkaana lakum fii rasulillahi uswatun hasanah... Subhanallah, sebaik-baik pemimpin adalah yang memimpin dengan suri tauladan. Orang yang ada di sekitar kita tidak hanya punya telinga, mereka pun memiliki mata, memiliki perhitungan, memiliki pertimbangan, memiliki perasaan. Sehebat apapun yang kita katakan tidak akan pernah berharga, kecuali kalau perbuatan kita seimbang dengan kata-kata. Bagaimana mungkin kita dalam keluarga merindukan anak-anak yang berperilaku lembut jikalau seorang ayah atau seorang ibu berperilaku bengis dan kasar? Bagaimana mungkin kita menginginkan umat santun jikalau para ustadz dan para ulama tidak mengenal kesantunan? Bagaimana mungkin umat akan bangkit menjadi orang yang bersemangat dalam kebajikan jikalau pemimpinnya tidak bersemangat?

Oleh karena itu Rasululah tidak menyuruh orang lain sebelum menyuruh dirinya sendiri. Tidak melarang sebelum melarang dirinya. Kata dan perbuatan amat serasi sehingga setiap kata-kata diyakini kebenarannya.

Saudara-saudaraku, jangan jatuhkan diri kita dengan memperbanyak kata yang tidak sesuai dengan perilaku. Percayalah, Allah tidak akan mengangkat derajat seseorang dengan kata-katanya belaka, jikalau tidak diikuti dengan perilakunya. Bahkan ancaman Allah, "Amat besar kemurkaan di sisi Allah bagi orang yang berkata-kata apa yang tidak diperbuatnya.” (QS 61:3)

Yang ketiga saudaraku yang budiman,
Rasulullah ternyata memimpin tidak hanya menggunakan akal atau fisik tetapi tapi yang paling penting beliau memimpin dengan qalbunya.
Saudaraku, hati tidak akan pernah bisa tersentuh kecuali dengan hati lagi. Bagaimana mungkin seorang ayah ada di hati anaknya jikalau anak hanya terbagi sisa waktu? Bagaimana mungkin seorang anak bisa mencintai ibu-bapaknya jikalau orangtuanya tidak sungguh-sungguh memberikan hati kepada anaknya? Ada yang hanya memberi harta, ada yang hanya memberi makanan, hanya memberikan kendaraaan. Itu hanyalah benda! Yang dibutuhkan manusia adalah hati. Karena itulah yang tidak dimiliki oleh binatang, tidak dimiliki oleh makhluk lainnya.

Rasulullah menabur cinta kepada hamba-hamba Allah sehingga setiap orang bisa merasakan dari tatapannya yang penuh kasih sayang. Dari tutur katanya yang rahmatan lil 'alamiin, perilakunya yang amat menawan.

Saudaraku,
Terkadang hati kita yang satu-satunya ini diisi oleh kebencian. Benarlah yang dikatakan Buya Hamka: "Tidakkah engkau lihat betapa indahnya gunung yang hijau. Atau engkau tatap langit yang biru bertabur awan seputih kapas atau engkau bangun di malam hari melihat taburan bintang dan bulan nan indah. Atau engkau bangun di gulitanya malam engkau dengar indahnya jangkrik bersahutan, semua ini indah. Lalu mengapa hati kita yang satu-satunya ini harus kita isi dengan kebusukan? Dengan kebencian? Kedendaman? Serakah?" Tidak akan terangkat martabat seorang pemimpin yang tidak memiliki kasih sayang.

Rasulullah SAW bersabda, "Sebaik-baik pemimpin diantara kamu adalah yang kamu mencintainya, dan diapun mencintaimu. Engkau menghormatinya, dan dia pun menghormatimu. Dan sejelek-jelek pemimpin adalah pemimpin yang engkau membencinya, dan dia pun membencimu. Engkau melaknatnya, dan ia pun melaknat."(HR. Muslim)Nau'dzubillahi min dzalik.

Saudaraku, haji yang mabrur sepatutnya adalah haji yang hidup hatinya. Yang melihat orang lain penuh dengan kasih sayang. Melihat orang yang bergelimang dosa, terucaplah doa... "Ya Allah kalau tidak Engkau lindungi, saya pun mungkin berlumur dosa seperti dia. Saya sekarang bisa shalat, bisa sujud karena pertolongan-Mu. Ya Allah selamatkan saudara kami yang bergelimang dosa. Mungkin dia pun ingin bahagia tapi belum menemukan jalannya". Seorang yang hatinya hidup selalu merindukan kebaikan, keselamatan, kebahagiaan bagi orang lain. Tapi tidak bagi orang yang hatinya keras membatu. Hanya dengki, iri, sombong, riya, takabur. Dia tidak akan pernah bisa memimpin siapapun. Karena pemimpin yang hatinya busuk tidak akan pernah bisa menyentuh hati orang lain.

Ibu bapak yang budiman,
Seorang pemimpin di rumah tangga tidak cukup hanya bisa memberi harta. Penjahat pun bisa memberi harta. Pemimpin yang baik memberikan perhatian yang tulus, ucapan yang terjaga, dan perilaku yang budiman, subhanallah. Itulah Rasulullah yang mulia. Pemimpin yang dicontohkan oleh Rasul adalah pemimpin yang bisa berkhidmat kepada kaumnya. Karena sayidnya pemimpin dari satu kaum khadimukum yaitu orang yang bisa berkhidmat kepada mereka. Jadi pemimpin dalam Islam bukan pemimpin yang harus dilayani segala-galanya. Terbayang ketika Rasulullah sedang duduk bersama para sahabat, ada sahabat yang berkata: "Rasul, kita akan memotong kambing. Saya yang memotongnya ya Rasul." Tiba-tiba sahabat lain mengacungkan tangan, "Ya Rasul, saya yang mengulitinya." Satu lagi mengatakan, "Rasul, biarlah saya yang memasaknya." Rasulullah bangkit, "Biar saya yang mencari kayu bakarnya." Pemimpin mana yang teramat indah seperti ini? Yang tidak merasa bangga dilayani tetapi merasa berhutang untuk bisa melayani.

Saudaraku yang budiman,
Dalam Islam tidak seperti piramida tetapi piramida terbalik. Setinggi-tinggi pemimpin adalah orang yang bisa berkhidmat dengan tulus. Yang menafkahkan jiwanya, raganya untuk kemashlahatan ummat. Dia berkorban dengan amat mudah dan ringan karena merasa itulah kehormatan menjadi pemimpin bukan mengorbankan orang lain, subhanallah.

Saudara-saudaraku,
Alangkah indahnya jikalau hari-hari yang ada kita isi dengan kerinduan untuk berkhidmat. "Ya Allah berikan kepada saya rezeki yang banyak, halal dan berkah agar saya bisa menjadi jalan dari-Mu untuk hamba-Mu yang lapar, yang sakit, yang tidak punya tempat berteduh." Alangkah bahagianya jikalau kita terus tiap hari meraup ilmu agar kita menjadi jalan hidayah. Pemimpin yang budiman bukan berpikir apa yang dia dapatkan dari umat, tetapi apa yang dia bisa berikan yang terbaik bagi umat.

Saudaraku yang budiman,
Prihatin sekali kita, sekarang sepertinya sulit mencari pemimpin diantara 220 juta penduduk Indonesia. Saling mengutuk, saling menghujat, saling mencaci. Kita belum memiliki pemimpin tertinggi di negeri ini, yang lulus dengan selamat di penghujung kepemimpinannya. Terjatuhkan, terpuruk, sebagian masuk penjara, sebagian terhina. Para petinggi di negeri kita kebanyakan adalah umat Islam jua.

Mungkin kalau berpikir negeri terlalu besar, marilah kita berpikir bagaimana kita memimpin diri kita sendiri. Minimal sepulang dari tempat ini jangan pernah biarkan diri kita menjadi hina karena mata yang jelalatan tidak terjaga. Minimal jangan sampai kita menjadi terhina dengan tutur kata yang penuh kesombongan. Saudaraku, marilah kita hidupkan hati kita dan marilah kita muliakan kehidupan dengan berkhidmat kepada orang lain. Khoirunnas anfa uhum linnas... "Sebaik-baik di antara manusia adalah orang yang paling banyak manfaatnya."

Allah mengundang kita ke tempat ini tentu bukan semata-mata hanya untuk kepentingan kita. Sepulang dari tempat ini kita berhutang, bagaimana mencerminkan orang yang pernah dijamu oleh Allah di Arafah ini. Andaikata kita bisa menjadi suri tauladan, menjadi pemimpin yang indah di rumah, terbayang jika kita meninggal kelak, anak-anak kita bertabur doa setiap waktu karena yang dikenang hanyalah keindahan pribadi ibu bapaknya. Seperti ketika Siti Khadijah wafat, Rasulullah selalu menceritakan kebaikannya karena memang amat indah pribadinya. Sebaik-baik warisan seorang haji yang mabrur adalah akhlak yang mulia.

[Muhasabah:]
Allahumma shalli wasalim wabaarik ala sayyidina wa maulana Muhammad wa ala alihi waashabihi ajmain

Alhamdulillah ya Allah, wahai Yang Maha Mendengar
Tiada mungkin kaki kami melangkah ke tempat ini kecuali Engkau yang menguatkan
Tiada mungkin tergerak di hati kami ingin menjalankan haji kecuali Engkau yang menggerakkan
Tiada mungkin serupiah pun kami miliki kecuali Engkau yang memberikan
Tiada mungkin kami sehat kecuali Engkau yang menyehatkan
Tiada mungkin kami dapat membantu tubuh ini berwudhu kecuali Engkau yang mengajarkan
Tiada mungkin lisan ini dapat menyebut nama-Mu kecuali Engkau yang membimbing ya Allah

Betapa banyak makhluk yang Engkau ciptakan
Betapa sedikit yang berada di Arafah ini ya Allah

Rabb...
Dengan apa kami mensyukuri nikmat haji ini ya Allah…
Kecuali berharap kepada-Mu
Terimalah haji kami ini ya Allah

Allahummaj 'al hajjan mabruura, wa sa'yan masykuura
wa dzanban maghfuura.
Rabbana dholamnaa anfusanaa wa illam taghfirlanaa
watarhamnaa lanakuunanna minal khosirin.

Duhai Allah, ampuni seluruh dosa kami
Engkau menjanjikan haji yang mabrur
Bersih dari dosa bagai bayi yang baru terlahir
Alangkah indahnya jikalau kami Engkau pilih demikian ya Allah

Allah, Engkau Maha Mengetahui betapa menderitanya diri kami dengan lumuran dosa
Betapa sengsaranya hidup kami dengan menutupi aib
Betapa hinanya diri kami dengan maksiat
Bersihkan kami ya Allah
Bersihkan dosa kami ya Allah
Ampuni dosa kami kepada orang tua kami
Ampuni jikalau mereka menyesal melahirkan kami
Ampuni dosa kami kepada keluarga kami ya Allah, kepada anak-anak kami
Jangan biarkan mereka menuntut kami di akhirat
Berikan kesempatan bagi kami memperbaiki segalanya.

Rabbana hablanaa min azwaajinaa wadzurriyyatina
qurrota a'yun, Waj 'alnaa lilmuttaqiina imaman.

Ampuni ya Allah jika di sekujur tubuh kami ada harta haram
Di rumah kami banyak barang haram
Padahal Engkau mengharamkan ke sorga bagi yang di tubuhnya ada daging haram
Berikan kesempatan kami untuk menyucikan diri dari harta haram ya Allah
Jauhkan sejauh-jauhnya ya Allah
Cukupi diri kami dengan rizki-Mu yang halal

Ya Allah ampuni jikalau kami sering mendzalimi hamba-hamba-Mu yang lemah
Berikan kesanggupan bagi kami untuk terpelihara dari kedzaliman
Duhai Yang Maha Mendengar, hanya Engkaulah tumpuan harapan kami
Jadikan kaum muslimin ini menjadi suami yang benar
Menjadi ayah yang jujur
Menjadi laki-laki yang shaleh
Jadikan Kaum muslimah ini menjadi istri yang shalehah
Menjadi ibu yang shalehah
Menjadi muslimah yang terpelihara
Titipkan kepada kami duhai Allah, keturunan yang lebih baik daripada kami
Lindungi dari kedurhakaan dan kehinaan dunia wal akhirat

Ya Allah berkahilah sisa umur kami
Berkahilah rezeki yang Engkau titipkan kepada kami
Berkahilah ilmu yang Engkau karuniakan
Berkahilah sisa umur ini

Allahummaghfir lilmu'miniin wal mu'minat muslimin wal muslimat,
al ahyaai minhum wal amwaat...

Ya Allah selamatkan umat Islam ya Allah
Selamatkan umat Islam ya Allah
Jangan biarkan Engkau saksikan kami terhina seperti ini
Persatukan hati kami ya Allah
Bangkitkan para pemimpin yang mencintai-Mu dan mencintai umat-Mu

Tolonglah saudara kami yang teraniaya di penjuru mana pun ya Allah
Jangan biarkan kaum dzalimin berjaya atas kaum beriman ya Allah
Jangan biarkan kaum yang ingkar kepada-Mu mendzalimi kaum yang bersujud kepada-Mu
Ya Allah mereka dalam genggaman-Mu ya Allah
Ya Allah cegahlah kedzaliman atas umat-Mu ya Allah

Ya Allah, selamatkan negeri kami ya Rabb
Engkaulah yang Maha Tahu keadaan negeri kami
Jangan biarkan ummat-Mu sebanyak ini terpuruk dan terhina
Bangkitkan ya Allah
Jadikan negeri kami negeri yang terpancar cahaya Islam
Menjadi negeri yang rahmatan lil 'aalamiin

Ya Allah karuniakan kepada kami pemimpin yang sholeh
Para pemimpin yang mencintai ummat-Mu
Para pemimpin yang teguh hidup di jalan-Mu
Para pemimpin yang benar-benar menjadi suri tauladan bagi kami

Duhai ya Allah yang Maha Agung
Undanglah kami, dengan keluarga kami dengan keturunan kami,
dengan orang-orang yang berbuat baik kepada kami
Ya Allah, ijinkan kelak kami berjumpa dengan-Mu ya Allah
Berjumpa dengan Rasul-Mu
Berjumpa dengan kekasih-kekasih-Mu

Rabbana aatina fiddunya hasanah wa fil akhirati hasanah
Wa Qiina Adzabannar

Rabbana taqobball minna innaka anta samiul 'alim watub alayna innaka antattawaburrahiim Subbahaana rabbika rabbil 'izzati 'ammaa yaashifuun wasalamun alal mursaliin Walhamdulillahirrabil alamiin


Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.


Photobucket - Video and Image Hosting

Saturday, February 15, 2003
Death

Posting bu Ustd. Joban

By saying that every human being will taste death, Allah, is telling us to look at life and reflect on death, not when a dear one is near death or out of it.

Talking about Death is not going to kill us
2/24/2003 - Religious Social - Article Ref: IC0302-1865
By: Mohammad Yacoob
IslamiCity* -

" Every human being is bound to taste death". This verse appears in the Holy Quran in chapters Al-Imran, Ankabut and Al-Ambia.

The most appropriate words have been used in the Quran for describing the fact that we will one day die. God is telling us that the only sure thing in this life is death. Day to day awareness of death can assist us in living life fully.

As human beings, we spend much of our lives seeking happiness, wealth, health and other luxuries of life, imagining that they can best be found by ignoring our own mortality. Yet, the Quran has reminded us that every one is going to taste death, a simple, un-scary and human way of mentioning the ultimate fact of each individual's existence on this earth. The Quran has discussed, in many chapters the topics of, the day of judgment, life after death and death itself as guidance for a healthier and more God conscious life in this world. Talking about death will not kill us, but, this talk and discussion can help us streamline our lives through discipline, honesty and righteousness.

Many a times, the Imam in the mosque would turn towards the congregation before starting the prayer and say, " Pray as if this is your last prayer". The purpose of this prompt is to remind our selves that the flame of life may extinguish before the arrival of the time for the next obligatory prayer. No one is aware of the time of death. By remembering death while standing in front of God - engaged in prayer Ð we are putting ourselves in a frame of mind that will allow us to see the positive side of engaging our feelings about death. While praying we must remain focused, concentrate on submitting to God and seek God's forgiveness. The greater sense of preciousness of life can be experienced by openly engaging our feelings about death. It has been found that majority of the people don't want to discuss death.

By saying that every human being will taste death, Allah, is telling us to look at life and reflect on death, not when a dear one is near death or out of it. He is encouraging us to speak of it while we are in the flower of good health. We must envision our life by recognizing that it is finite.

An insurance agent, once said "Insurance is all about death; we talk about everything; paying premiums, settling claims, making payments in hundreds of thousands of dollars, issuing premium default notices, etc, but never mention death or say if you die, your family gets the insured money. Insurance is all about death ".

Most human beings in their life times seldom see a dead body. This may be, when a relative or a dear one has passed away. The following example illustrates as to how an individual feels about life and death when he is forced by circumstances to focus on death. In early 1970's, the only burial place available or known to Muslims in Los Angeles, California, was a specific area in the Forest Lawn Mortuary.
The Director of the mortuary told the Muslims that movie stars Sabot and Turban Bye were buried there and it was the most suitable area for Muslim burial. There was no separate burial site or a graveyard for Muslims in California. For the burial of a Muslim stillborn girl, the Forest Lawn mortuary was contacted by the family.
A family member was assigned the task of bringing some items to a room on the second floor of the mortuary building, where four ladies were engaged in preparing the girl's body for burial. He arrived in the lobby and was given directions to go to the second floor. He followed directions and got on the elevator. The elevator door opened, he stepped out, went into a big hall and immediately went into shock. Seven dead bodies were lying on seven different tables in the big hall. His brain fogged and he saw nothing but darkness in front of him. He started breathing heavily. He somehow managed to go to the other end of the hall, turned right and ended up in the room where Muslim ladies where giving burial bath to the baby. After making his delivery, he lowered his gaze, walked back to the elevator, and finally ended up in the lobby on the first floor. He was sweating and shaking. For the next two months, he had trouble sleeping at night, started seeing bad dreams and had nightmares. He felt that he had come face to face with death, and the consolation was that he was spared.

Quranic verses repeatedly remind us to take stock of our lives by becoming aware of life's brevity. Exposing oneself to death on a daily basis makes people less worried about the trivial things in life. This has happened to millions of people around the world. A Muslim who remembers death before the start of each prayer becomes very cognizant of his existence on this earth, strives to live a simple life, develops compassion for others, shows concern for others and becomes less concerned for material possession, and in the process, acquires spirituality and greater generosity.

The tragic events of September 11 have forced people especially in the US to think about death. The indelible images on the television screen, the feeling of helplessness and the fear that has taken control of lives of millions of people, have given them a chance to think over their priorities in life and to refocus their spirituality. Many couples that were in the process of getting divorce withdrew their cases to start life afresh with their present life partners. It gave them a chance to reflect on the emotional, selfish and egotistic side of their actions that led them to the divorce courts in the first place.

Many people have reached into the deep recesses of their hearts and discovered that they were alone in their hearts but not lonely. They discovered God, spirituality and the shortness of life and resolved to simplify their lives, restructure their relationship with others and to devote their lives working for humanity, justice and peace.

On the remembrance of death, and on encouragement to remember it abundantly, because of the prevailing circumstances, has helped many to balance their lives and to remain good in this world and prepare themselves for the next world.

The Holy Quran says: "Say, Behold, the death from which you are fleeing is bound to over take you Ð and then you will be brought back unto Him who knows all that is beyond the reach of a created beings perception as well as all that can be witnessed by a creatures' senses or mind, whereupon He will make you truly understand all that you were doing (in life)" Sura Jumah.

It has been reported that once Abu Hurayra said, ' I heard the Prophet of God (may God bless him and grant him peace) say, " The Angel of Death once came to a dying man. Having looked into his heart and found nothing therein, he parted his beard and found the tip of his tongue adhering to his palate as he said, 'There is no deity save God.' For this utterance of pure single-heartedness he was forgiven all of his sins."

The Prophet (may God bless him and grant him peace) once came in upon a young man who was dying. ' How are you?' he asked, and he replied, 'I have set my hope in God, and fear my sins'. The Prophet (may God bless him and grant him peace) responded. 'Never have these two things been united in the heart of a bondsman in circumstances such as these without God granting him that for which he hopes, and delivering him from what he fears'.

Imam al-Shafi'i (may God have mercy upon him) in his final sickness said:

When my heart was hardened and my courses constrained

I made my hope a stairway to Your forgiveness

My sin burdened me heavily, but when I measured it by Your forgiveness

Lord, Your forgiveness was the greater.


Photobucket - Video and Image Hosting



 
   
 
Pengajian Assyifa December 19, 2001
Daisypath Ticker