Wednesday, November 22, 2006
Miss(es) Universe Forever

PROLOG

Gelar putri-putrian sepertinya sudah bukan sesuatu yang “aneh” lagi saat ini, dari yang kecil-kecilan sampai tingkat international. Di tingkat International saja ada dua versi yang “bersaing”: Miss Universe dan Miss World. Jangan tanya apa bedanya, soalnya asli awak ngga tahu! Dan jangan tanya pula apa kriterianya untuk mendapatkan gelar itu. Tetapi konon kabarnya, para wanita itu terpilih karena mereka “cantik” dan “cerdas”. Apa kriteria cantik dan cerdas? Wallahu’alam, itu relative sekali, tergantung selera siapa yang lagi jadi juri.

Lepas dari segala macam kontroversi yang sering mengiringi acara miss-miss-an begini, ada empat wanita yang sebenarnya paling berhak menyandang gelar Miss Universe, atau wanita paling hueebatt sejagad raya ini. Mereka bahkan pantas untuk menyadang gelar itu tidak hanya untuk jangka waktu setahun, tapi untuk selamanya, sampai pasca kiamat sekalipun. Hebatnya lagi, bukan sekedar juri yang memilih mereka, tapi Yang Di Atas sana yang menobatkannya. Jadi, siapa para Miss Universe (mungkin tepatnya Misses Universe) Forever ini?

ASIYAH

Entah kenapa cerita tentang tokoh hebat satu ini relatif kurang “disosialisasikan”, jadi mungkin tak terlalu mengejutkan seandainya ternyata tidak banyak orang yang kenal siapa Asiyah (bukan Aisyah). Sayang sekali sebenarnya, karena sebenarnya dia adalah wanita hebat dunia akherat.

Di dunia, Asiyah adalah istri salah satu raja yang paling berkuasa, kaya dan perkasa sepanjang sejarah manusia: Fir’aun. Dia juga ibu angkat yang sangat pengasih dari salah seorang Nabi besar: Musa AS. Dalam ukuran “duniawi” tidak ada yang perlu membantah “kemuliaannya”. Tetapi kemuliaan duniawinya ini tidak lantas membuatnya lupa diri.

Di tengah gelimang harta dan rizky duniawi lainnya, Asiyah tetaplah seorang wanita dengan hati yang lembut tapi teguh. Hati lembut yang mampu menangkap getaran “kebenaran Ilahi” yang alhamdulilah mengantarkannya sebagai salah satu orang pertama yang beriman kepada Tuhannya Musa dan Harun. Dan hatinya yang teguh membuat keimanannya tak tergores sedikitpun walaupun dia harus tinggal di tengah-tengah pusat kemaksiatan dan pengingkaran kepada Allah, bahkan menjadi pendamping hidup orang yang dikenal sebagai pembangkang Allah terkeras sepanjang masa.

Entah berapa kali Asiyah harus memendam sakit hati dan kejengkelannya tiap kali melihat polah Fir’aun menantang dan menghina Tuhannya. Mungkin sama jengkelnya dengan kita terhadap publikasi kartun-kartun yang mencemooh Rasulullah SAW, lagak “tak bersalah” si penerbitnya, dan tingkah para pendukungnya yang di antaranya mengatakan agar kartun itu diterbitkan saja tiap hari selama seminggu supaya umat Islam jadi “terbiasa”. Bedanya, saat ini kita masih bisa mengekspresikan kemarahan kita, sementara Asiyah harus menyembunyikannya karena mengikuti anjuran Musa yang mengkhawatirkan keselamatan ibu angkat yang disayanginya.

Memang bukan hal gampang menjadi “orang suci di sarang penyamun” macam ini.
Di samping harus siap “makan hati” terus-terusan, Asiyah pun harus melalui hari-hari penuh perjuangan untuk tetap konsisten walaupun begitu banyak “godaan” di sekitarnya. Coba kalau kita ingat, berapa banyak orang yang kita tahutelah “berubah” karena lingkungan. Bahkan kadang kita pun merasakan sendiri betapa sulitnya untuk tetap “konsisten” sendirian terhadap nilai-nilai yang kita anut pada saat kita hidup di tengah masyarakat yang menganut nilai yang berbeda.

Kalau saja bukan karena cinta Asiyah yang begitu besar kepada Tuhannya, mungkin pertahanannya akan runtuh. Kenyataannya, ikatan emosional yang begitu kuat kepada Allah lah yang membuat dia bertahan, bahkan pada saat tersulit dalam hidupnya, yaitu menjelang akhir hayatnya, ketika dia disiksa dengan siksaan yang tak terbayangkan kejamnya oleh suaminya sendiri!

Hari penyiksaan itu terjadi ketika akhirnya Asiyah mendeklarasikan dengan lantang keimanannya kepada Allah di depan suaminya. Deklarasi penuh emosi ini terjadi setelah jiwa Asiyah begitu terguncang menyaksikan pembantaian atas Masyitah, juru sisir istana, beserta suami dan dua anak perempuannya yang masih kecil akibat penolakan mereka untuk mengakui Fir’aun sebagai tuhan.

“Kuperingatkan kau wahai Fir’aun dan kunyatakan bahwa Tuhanku, Sang Pencipta, Robb-ku, Allahku; dan Tuhanmu juga, Robb-mu, dan Allahmu; dan Tuhan Masyitah dan anak-anak itu; dan Tuhan langit dan bumi; adalah Allah yang satu, yang tak seorangpun sanggup menyamaiNya. Dia tak memiliki tandingan!!”

Harta, tahta, dan keselamatan nyawa adalah kenikmatan duniawi yang begitu sering dikejar-kejar manusia, bahkan dengan cara haram sekalipun. Sebagai istri Fir’aun, Asiyah memiliki semua itu dengan berlimpah. Tapi saat itu, dalam kemarahannya, dia seakan telah melemparkan semua itu ke muka Fir’aun.

Akibatnya, di atas lempengan batu yang sebelumnya dipakai untuk membantai keluarga Masyitah jugalah Asiyah akhirnya diikat dan ditindih dengan sebuah lempengan batu tipis yang di atasnya dinyalakan api. Lempengan batu tipis itu berubah menjadi semacam setrika besar yang ditindihkan di atas dada sang Ratu Mulia ini, yang perlahan-lahan membakar tubuhnya.

Waktu berjalan perlahan mengantarkan Asiyah mendekati kematiannya dengan cara yang sangat menyakitkan. Tapi segala siksaan keji yang menyakiti tubuh dan mengalirkan darahnya, maupun paksaan Fir’aun agar istrinya mengakuinya sebagai tuhan, tak bisa mengurangi sedikitpun cinta sang istri kepada Tuhannya.

“Api di atasku mulai membakar dan menghanguskan tubuhku, tapi api cinta yang sempurna dan tak terhingga kepada Allah menyala-nyala dengan lebih hebat di dalam tubuh ini.”

Dan pada detik-detik akhir hidupnya, dari bibir wanita mulia ini terucap sebuah doa dan pengharapan kepada Rabb yang begitu dicintainya:

“Ya Allah, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisiMu di surga…”

Allah telah menyaksikan perjuangan dan pengorbanan total wanita ini, dan Dia juga memerintahkan para malaikat untuk menjadi saksi atas ketulusan cinta Asiyah kepada Tuhannya. Dan ketika Asiyah mulai memejamkan mata menjemput ajalnya, Allah memerintahkan Jibril untuk menemuinya dan memperlihatkan kepadanya rumah yang telah disediakan untuk wanita agung ini di surga. Dan Asiyah pun akhirnya wafat dengan membawa kemenangan atas seorang tiran yang telah gagal memaksanya bertekuk lutut dan menghianati cinta sejatinya kepada Rabb-nya.

Sebenarnya, ada beberapa versi yang agak berbeda tentang siksaan apa yang harus ditanggung Asiyah pada akhir hidupnya. Sebagian menyatakan bahwa dia digantung. Sebagian lagi menyatakan bahwa dia diikat dan dicambuki sampai mati. Namun pada intinya, apapun siksaan yang telah dialaminya, itu tetap sebuah ujian yang sangat berat bagi manusia manapun juga. Dan “keberhasilan” Asiyah melalui ujian ini menunjukkan kepada kita apa arti “jatuh cinta” kepada Khalik yang sebenarnya. Tidak heran apabila nama Asiyah adalah salah satu dari sedikit nama yang “dimuliakan” Allah dalam Al Qur’an sebagai contoh “ideal” orang yang beriman:

"Dan Allah membuat istri Fir'aun perumpamaan bagi orang-orang yang beriman,
ketika ia berkata, Ya Tuhanku, bangunkanlah untukku sebuah rumah disisi-Mu
dalam surga, dan selamatkan aku dari Fir'aun dan perbuatannya, dan
selamatkan aku dari kaum yang zalim." - QS At Tahrim: 11



MARYAM

“Suci sampai akhir hayat” itulah Maryam, wanita yang telah disucikan Allah,
dilebihkan kedudukannya di atas seluruh wanita pada masa itu, dan dipilih olehNya untuk melahirkan seorang Nabi besar dari rahimnya melalui cara yang luar biasa.

Dan (ingatlah) ketika para malaikat berkata, Wahai Maryam! Sesungguhnya
Allah telah memilihmu, mensucikanmu, dan melebihkanmu di atas segala wanita di
seluruh alam (pada masa itu). QS Ali Imran (3): 42


Ada beberapa wanita mulia yang disinggung-singgung dalam Al Qur’an, namun
Maryam lah satu-satunya wanita yang nama panggilannya diabadikan dalam AlQur’an. Ada banyak rasul yang disebut Allah di dalam Al Qur’an, tapi Isa ASlah satu-satunya rasul yang setiap kali namanya disebut hampir selalu diikuti oleh nama orang tuanya. Allah tidak menyebut Muhammad ibn Abdullah, Yahya ibn Zakaria, atau Yusuf ibn Ya’qub dalam Al Qur’an, tapi Dia berkali-kali menyebut Isa ibn Maryam. Betapa Allah memuliakan wanita ini! But why can she be so special before God?

Untuk bisa memahami itu, kita harus mencoba melihat diri kita sendiri terlebih dulu. Kita, paling tidak saya pribadi, terus terang saja terkadang masih ada sedikit perasaan “berat” ketika harus mengerjakan beberapa ibadah, seperti sholat malam, puasa, bahkan terkadang sholat fardlu sekalipun! Astaghfirullah.... Kalau saja bukan karena ada rasa takut kepada Yang Maha Kuasa atau rindu akan ridha dan syafaatNya di akherat, mungkin sudah keteteran aja ibadah-ibadah itu. Na’udzubillahi mindzaliik.....

Perasaan-perasaan semacam itu sebenarnya bisa dijadikan bukti empirik betapa kuatnya godaan duniawi yang kita temui sehari-hari, dan betapa hal itu bisa mengalihkan konsentrasi kita pada hakekat hidup kita di dunia ini:
mengumpulkan bekal yang (semoga) pantas untuk kita tukar dengan ridha dan ampunan Allah di akherat kelak.

Kalau kita tidak tahan banting atau takut pada sesuatu yang jauh lebih kuat dan besar dari seluruh isi bumi dan langit ini, mungkin hidup kita akan dipenuhi
pengabaian ibadah kepadaNya. Karena itu, sebenarnya hari-hari yang kita lalui ini adalah hari-hari perjuangan mengendalikan nafsu duniawi agar tidak lalai pada keselamatan kita sendiri di akherat nanti; dan Maryam adalah seorang wanita yang selalu menang dalam perjuangan tersebut.

Sejak kecil hidup bagi Maryam adalah untuk mengabdi sepenuhnya kepada Tuhannya.
Sepenuhnya, utuh, bulat-bulat. Ibaratnya, setiap tarikan nafasnya dia lakukan dalam keadaan beribadah dan tunduk kepada Allah. Tidak ada yang bisa mengalihkan perhatiannya dari Tuhannya, bahkan ketika dia mendapat ujian-ujian berat dariNya, seperti ketika harus hamil dan melahirkan tanpa seorang suami!
Pelecehan masyarakat terhadap kesuciannya karena peristiwa tersebut adalah sebuah ujian yang begitu berat bagi seorang wanita yang keseriusannya dalam menjaga kesucian sulit dicari tandingannya.

Begitu juga ketika dia harus mendampingi perjuangan sulit anaknya, Isa AS.
Mungkin kita bisa merasakan sendiri bagaimana kita seakan ikut sakit ketika anak
kesayangan kita jatuh dan berdarah, atau ketika mereka meneteskan air mata karena ejekan atau penolakan teman-temannya. Jadi bisa dibayangkan betapa perihnya Maryam ketika melihat buah hatinya dimusuhi, ditolak, diejek, bahkan disakiti karena perjuangannya. Namun karena kesadarannya bahwa semua ini adalah demi Tuhannya yang dicintainya lebih dari apapun, ketundukannya kepada Allah tak tergores sedikitpun oleh ujian-ujian itu.

Mencapai derajat kekhusyukan dan ketundukan Maryam sama sekali bukan sesuatu
yang gampang. Coba kita hitung berapa kali dalam sehari perhatian kita teralih
dari Tuhan kita, bahkan pada saat mengerjakan sholat sekalipun! Atau berapa kali
kita mengabaikan perintahNya atau laranganNya dengan berbagai alasan dan “justifikasi”? Mungkin tak terhitung lagi jumlahnya. Jadi ketika kita
merasakan sendiri betapa sulitnya menjadi sekhusyuk dan setunduk Maryam, dan
betapa Allah mencintai dan memuliakannya karena ketundukannya itu, apakah aneh
jika Maryam dinobatkan menjadi salah satu Wanita Terhebat dan Termulia se-Jagad Raya ini?

KHADIJAH

Sebagai istri, saya pribadi sering merasa “malu” tiap kali berkaca pada Khadijah. Kontribusi dan pengabdian saya terhadap suami sama sekali tidak bisa dibandingkan dengan apa yang telah diabdikan Khadijah terhadap suaminya. Tetapi yang lebih memalukan, seringkali tuntutan saya terhadap suami jauh melebihi harapan-harapan Khadijah terhadap suaminya. She served the best without expecting too much in return! Satu-satunya “pamrih” yang diinginkannya adalah cinta Tuhannya dan Utusannya. Kelihatannya macam slogan yang gampang diucapkan ya? Tapi dijamin tidak gampang untuk menjalankannya. Try to stand on Khadijah’s shoes to know how difficult it is.

Marilah kita bayangkan mulai dari contoh yang paling mudah dulu. Seandainya kita seorang “konglomerat” yang menikah dengan seorang penjual kelontong di pasar, siapkah kita meninggalkan gaya hidup “borju” kita untuk menjalani kehidupan sederhana seorang istri penjual kelontong?

Atau contoh lain, mudahkah bagi kita menahan diri untuk tidak uring-uringan seandainya suami sering pergi berhari-hari untuk mengejar “idealisme”nya yang mungkin masih sulit kita pahami, dan meninggalkan kita sendirian mengurus anak dan membersihkan rumah?

Atau… mudahkah pula bagi kita untuk mengorbankan kesuksesan yang telah kita bangun dengan susah payah demi tugas suami yang mungkin tidak menawarkan “imbalan” yang memadai? It’s hard, apalagi jika kita merasa bahwa selama ini “karir” dan penghasilan kita jauh melebihi suami.

Khadijah adalah seorang pengusaha wanita yang sangat sukses dan terhormat di kalangan kaum Quraishy dengan kemampuan membaca pasar dan mengelola asset yang hebat. Walaupun dia masih tetap kaya pada masa-masa awal kehidupannya sebagai istri seorang pedagang kecil, dia rela untuk menjalani cara hidup yang sangat sederhana karena Muhammad SAW, suaminya, tidak ingin keluarganya hidup berlebihan pada saat banyak orang lain yang masih kekurangan. Tidak ada keluhan yang terucap dari bibirnya. Dia meyakini kemuliaan prinsip suaminya dan rela mengikutinya, walaupun dia harus meninggalkan semua kenyamanan yang pernah menghiasi kehidupannya sebelum itu.

Tak pula keluhan terucap ketika dia harus hidup bersama seorang suami yang sering pergi menyendiri ke Jabal Nur selama berhari-hari, meninggalkannya sendirian mengurusi anak-anaknya. Jangankan uring-uringan, Khadijah bahkan rela untuk menyiapkan makanan secara teratur dan mengantarkannya sendiri ke Jabal Nur! Jabal Nur adalah sebuah bukit batu cadas berpasir yang sangat sulit dan berbahaya untuk didaki; dan Khadijah telah mendakinya berulang kali sambil membawa makanan agar suaminya tidak kelaparan! Sepenuh hati dia berusaha “meringankan” beban suaminya yang saat itu sedang berusaha menemukan jawaban atas kegalauan spiritual dan kerinduannya yang dalam terhadap “Sesuatu” yang menjadi sumber dari segala kehidupan ini.

Tak terhitung juga berapa kekayaan Khadijah yang dia abdikan demi perjuangan suaminya menegakkan kalimat “laa ilaaha illallaah”. Sebagai istri seorang keturunan Hasyim, Khadijah bahkan kehilangan “segalanya” ketika kaum kafir Quraishy melakukan boikot kepada bani Hasyim dan bani Muthalib selama tiga tahun. Kekayaannya yang tersisa dia gunakan untuk membeli makanan secara diam-diam bagi para pengikut Rasulullah yang harus kelaparan karena mempertahankan iman mereka.

Walaupun dirinya seorang pengusaha, Khadijah tak menghitung pengorbanannya sebagai sebuah kerugian besar, karena dia yakin bahwa dia sedang melakukan jual-beli yang sangat menguntungkan dengan Sang Maha Kaya. Dia rela menukar semua kekayaan dan kesuksesannya dengan ridha Tuhannya.

Khadijah tidak hanya mengorbankan harta dan kesuksesannya saja. Jihad Muhammad SAW dihiasi dengan penolakan, penganiayaan, caci-maki, bahkan ancaman pembunuhan. Dan Khadijah tak pernah menjauh dari sisi suaminya dalam menapaki jalan terjal itu meski keselamatannya sendiri dan keluarganya menjadi taruhannya. Walaupun dia ikut menanggung “teror” mental maupun fisik dari musuh Muhammad, Khadijah pantang menampakkan kekuatiran dan ketakutan di wajahnya. Baginya, kegalauan di wajah bertentangan dengan tugasnya sebagai cahaya ketentraman bagi suaminya.

Lantas, apakah mengherankan kalau Muhammad SAW begitu mencintai dan menghormati istrinya ini. Beliau tak menikahi wanita lain selama bersama Khadijah. Sayangnya, hal ini sering “dilupakan” oleh para pengkritik kehidupan poligami Rasulullah.

Muhammad SAW pun begitu terpukul ketika “belahan jiwanya” ini wafat hanya beberapa saat setelah boikot Quraishy berakhir, pada tahun yang kemudian dikenal sebagai tahun ‘Aamul Huzni, tahun kesedihan Rasulullah SAW.
Tampaknya, kelaparan dan beban psikologis selama masa boikot telah menggerogoti kesehatan wanita agung ini. Muhammad SAW mengurus sendiri jenazah Kesayangannya ini, dan mengantarkannya ke pembaringan terakhirnya di Mekkah dengan sebuah kalimat perpisahan: “Sebaik-baik wanita penghuni surga adalah Maryam binti Imran dan Khadijah binti Khuwailid”.

Ketika telah menikah dengan istri-istrinya yang lain sepeninggal Khadijah pun, tidak jarang Rasulullah SAW masih diliputi kenangan akan Khadijah yang terkadang terlontar dalam bentuk pujian-pujian. Dan hal ini sempat menimbulkan kecemburuan Aisyah: “Alangkah banyak yang kau ingat tentang si pipi merah itu, padahal engkau telah mendapatkan gantinya yang lebih baik dari dia.”

Wajah Muhammad SAW berubah merah padam mendengar protes itu. Dan biasanya hanya pada saat menerima wahyu saja wajah beliau akan menjadi semerah itu. Lalu beliau pun menjawab:

“Demi Allah, Allah belum menggantikannya dengan yang lebih baik dari dia.
Dia telah beriman kepadaku ketika semua orang ingkar padaku, dia membenarkanku ketika orang-orang mendustakan, dia memberikan semua hartanya ketika orang-orang tak mau memberiku apa-apa, dan melaluinya Allah mengaruniakanku keturunan yang tidak diberikan oleh istri-istriku yang lain.” (HR Ahmad)

Khadijah ternyata tidak hanya menjadi istri yang paling dicintai Muhammad SAW. Sang Maha Agung dan Malaikat Jibril pun mencintai wanita mulia ini. Bahkan, melalui Jibril Allah telah menitipkan salamNya kepada Khadijah, Subhanallah!

“Wahai Rasulullah, inilah Khadijah, ia akan datang kepadamu dengan membawa tempat yang berisi makanan, lauk dan minuman. Apabila dia datang kepadamu, sampaikan salam kepadanya dari Tuhannya dan dariku.” (HR Bukhari & Muslim, dari Abu Hurairah)

Cinta Allah kepada wanita suci ini bahkan diwujudkanNya pula dengan sebuah rumah permata yang disediakan untuk Khadijah dalam surgaNya.

“Aku (Muhammad) diperintahkan untuk menyampaikan kabar gembira kepada Khadijah tentang sebuah rumah di surga dari permata dimana di dalamnya tiada keributan dan kepayahan.” (HR Ahmad, Abu Ya’la, ath-Thabrani, dari Abdullah bin Ja’far)

Betapa beruntungnya Khadijah mendapatkan cinta, salam, dan rumah permata di surga dari Tuhannya. Namun “keberuntungan” Khadijah ini bukan didapatnya dengan cuma-cuma; dia memperolehnya melalui perjuangan berat yang dilakukannya dengan ikhlas sampai akhir hayatnya. Hanya wanita hebat saja yang pantas diberi salam oleh Tuhannya.

FATIMAH

Andaikan kita adalah putri kesayangan seorang pemimpin nomer satu sebuah bangsa besar, kira-kira kehidupan seperti apa yang akan kita jalani? Mungkin bermacam bayangan terlintas di benak kita, tapi bisa jadi tak banyak yang membayangkan kehidupan seperti yang pernah dijalani Fatimah Az-Zahra RA, putri kesayangan seorang pemimpin besar yang menempati urutan pertama tokoh paling berpengaruh di dunia sepanjang sejarah manusia.

Sejak kecil, Putri Kesayangan ini telah akrab dengan kelaparan yang harus dijalaninya demi cinta dan ketaatannya kepada Tuhannya dan ayahnya. Ketika Bani Hasyim dan Bani Muthalib diboikot dan dikucilkan oleh kaum Quraishy, mereka harus melalui hari-harinya selama tiga tahun dalam kelaparan. Diriwayatkan bahwa naluri keibuan Khadijah begitu perih melihat putri kecilnya kelaparan, “Kasihan engkau anakku, dalam usia begini muda engkau sudah harus merasakan penderitaan seberat ini.” Namun, tak disangka, si kecil menjawab, “Aku tidak apa-apa Bu, justru kami lah yang kuatir akan keadaan ibu.” Kalimat mengagumkan ini meluncur dari bibir mungil gadis cilik berusia lima tahun.

Ketika mulai dewasa pun “peruntungan materialnya” tidak berbeda. Fatimah dinikahkan dengan seorang pemuda miskin yang hanya bisa memberikan baju besinya sebagai mas kawin. Hanya saja, suaminya ini dikenal sebagai salah satu hamba Allah yang paling luas ilmunya, paling mula memeluk Islam, dan paling tinggi derajatnya di hadapanNya, bahkan telah dijamin masuk surga lewat jalur cepat sebagaimana istrinya. Fatimah juga telah mengenal Ali, suaminya, sejak kanak-kanak karena mereka tumbuh bersama dalam asuhan Muhammad dan Khadijah.

Kehidupan Fatimah sebagai anak pembesar memang tergolong “unik”. Dia tak mempunyai pembantu karena memang tak sanggup membayarnya. Dia menumbuk gandum sendiri tiap hari sampai tangannya lecet dan bajunya lusuh karenanya. Ali yang tidak tega melihat “penderitaan” istrinya menyuruh Fatimah menemui ayahnya untuk meminta seorang pembantu. Tapi Muhammad SAW, yang tidak ingin melihat ada anggota keluarganya hidup berlebih selama masih ada orang lain yang kekurangan, tidak mengabulkannya. Sebagai gantinya, ayahnya mengajarkan doa kepadanya agar dia dikuatkan dalam menghadapi hidup ini.

Ketika dia sakit Rasulullah menjenguk, “Apa yang kau rasakan anakku?” Putrinya menjawab, “Sakit ayah… dan aku juga merasa lapar karena tak ada makanan untuk dimakan.” Rasul menangis mendengarnya dan membesarkan hati putrinya, “Puaskah engkau anakku menjadi pemuka seluruh wanita di alam ini?”

Ketika ada seorang pengembara miskin mendatangi Rasul untuk meminta sedekah, Rasul menyuruhnya meminta kepada Fatimah karena beliau tidak punya apa-apa lagi saat itu untuk disedekahkan. Fatimah sebenarnya juga tak memiliki apa-apa untuk disedekahkan, sebelum akhirnya dia teringat pada kalungnya dan lantas memberikannya begitu saja kepada si pengembara sebagai sedekah.

Nampaknya Allah begitu ridha padha keikhlasan Fatimah, sehingga akhirnya kalung itu bisa kembali kepadanya setelah Abdurrahman bin Auf membelinya dari si pengembara dan memberikannya kepada Rasul beserta seorang budak, dan Rasul lantas memberikan kembali kalung itu ke Fatimah beserta budak pemberian Abdurrahman. Fatimah menerima kembali kalungnya dan membebaskan budak itu walaupun sebenarnya dia sangat membutuhkan seorang pembantu. Buah dari kedermawanan dan keikhlasan putri miskin ini telah menolong seorang pengembara miskin, membebaskan budak, dan mengembalikan kalung satu-satunya kepadanya.

Apakah Fatimah membenci dan berontak kepada ayahnya karena merasa telah dijerumuskan dalam kehidupan sulit ini? Tidak sama sekali! Sebaliknya, cintanya begitu besar kepada ayahnya karena dia sangat meyakini kebenaran dan kemuliaan prinsip ayahnya. Dialah putri yang dengan menangis dan penuh kasih membersihkan kotoran dari kepala ayahnya akibat lemparan benda najis musuh-musuhnya. Dia juga yang bersama ayahnya membersihkan kotoran-kotoran najis yang dilemparkan ke rumah mereka.

Fatimah pula yang menurut Aisyah RA paling menyerupai ayahnya dan paling dicintai ayahnya. Dia adalah putri yang menangis begitu pedih ketika menyadari malaikat maut telah mendatangi ayahnya, namun tersenyum bahagia ketika ayahnya membisikkan ke telinganya bahwa dialah anggota keluarganya yang pertama kali akan “menyusulnya.” Dialah salah satu wanita yang telah dinobatkan sebagai sebaik-baik wanita di seluruh jagad raya bersama ibundanya, Khadijah, Maryam, dan Asiyah…

Bisa jadi kehidupan Fatimah ini (dan juga ayahnya) dianggap sebagai sebuah kekonyolan oleh mereka yang memandang bahwa hidup di dunia adalah kehidupan yang sebenarnya. Dia memiliki banyak kesempatan untuk hidup lebih enak, tapi dia tak mengambilnya. Namun, mereka yang tahu bahwa kehidupan di dunia bukan titik akhir dari kehidupan ini akan kagum pada cara hidup Fatimah yang begitu luar biasa, dan bagaimana dia akhirnya mendapatkan ridha dan cinta dari Sang Pemilik Kehidupan ini karenanya.

EPILOG

Wanita-wanita mulia ini memiliki “kecantikan” yang hakiki, karena wajah mereka mampu membuat orang-orang di sekitarnya merasa begitu nyaman dan tentram. Mereka juga memiliki “kecerdasan” yang hakiki, karena mereka tahu pasti bagaimana cara menyelamatkan diri dari siksa pedih “kehidupan” yang sebenarnya nanti, dan mereka berhasil mengikuti cara itu dengan konsisten. Karena itu, merekalah para wanita yang sebenarnya paling berhak menyandang predikat Miss Universe Forever karena kecantikan dan kecerdasan hakiki yang mereka miliki.

Sebenarnya mereka pulalah yang paling pantas untuk kita jadikan model ideal seorang wanita. Tapi ironisnya, entah kenapa saat ini mungkin justru wanita-wanita seperti inilah yang sering mengundang “keheranan” orang karena sikap mereka yang dinilai “ketinggalan jaman”, “fanatik”, “ngga nge-trend”, “ngga fun”, “berpikiran picik”, “bego”, atau “menyiksa diri sendiri.” Tapi apapun pendapat orang, itu tak akan sedikitpun melukai kemuliaan wanita-wanita macam ini di hadapan Sang Pemilik Alam.

“Sebaik-baik wanita di alam semesta ada empat, yaitu Asiyah istri Fir’aun, Maryam putri Imran, Khadijah binti Khuwailid, dan Fatimah binti Muhammad.” (HR Bukhari & Muslim)


Photobucket - Video and Image Hosting

Tuesday, November 21, 2006
Kecantikan seorang Wanita


Mendengar kata cantik, mungkin benak kita langsung membayangkan sosok tinggi- langsing, berkulit halus-lembut, dan memiliki wajah seindah purnama. Persis seperti model iklan kosmetika di televisi. Berjuta-juta perempuan dengan wajah pas-pasan iri dan tergoda mencoba kosmetika tersebut. Apalagi narasi iklan sering menggambarkan begitu banyaknya laki-laki tampan tertarik padanya. Secara tak langsung iklan tersebut berkampanye; seperti inilah perempuan idaman laki-laki.

Kebanyakan orang menilai cantik tidaknya perempuan hanya dari fisik semata. Dan beruntunglah mereka yang dianugerahi rupa seindah mutiara. Tapi, bagaimana dengan mereka yang punya jasmani pas-pasan? Betapapun mereka sudah menggunakan kosmetik mahal, sulit menandingi perempuan yang sejak lahir sudah cantik.

Ada cara yang mudah dan murah untuk membuat perempuan cantik, meskipun secara fisik mereka kurang menarik. Yang pertama kali harus dilakukan adalah mendefinisikan kembali makna cantik tersebut. Cantik bukan masalah fisik semata. Kecantikan sejati juga bisa diraih dengan memaknakan kecantikan sebagai berikut:

1. Kecantikan perempuan ada dalam iman taqwanya yang menyejukkan mata kaum laki-laki.
Seorang perempuan yang menghias jasmaninya dengan iman da taqwa akan memancarkan cahaya surga. Dengan kepatuhannya menjalankan ibadah, ia akan memesona. Yang kuasa akan memberikannya kecantikan abadi, magnet alami. Tak perlu kosmetik, parfum atau penampilan berlebih, laki-laki akan tertarik padanya.

2. Kecantikan perempuan ada pada kehangatan sikapnya yang mampu menggetarkan sensifitas dan kecintaan pria
Secara umum laki-laki memang responsif terhadap perempuan yang bagus fisiknya. Tapi ketertarikan itu tak kekal, bisa membuat laki-laki bosan. Kehangatan kasih sayang dan cinta kasih yang tuluslah yang akan membuat sang pria nyaman berada di sisinya. Tak bisa melupakannya.

3. Kecantikan Perempuan ada pada kelembutan sikapnya
Kelembutan bukan berarti lembek dan manja. Kelembutan seperti roti. Meskipun sedikit, tapi mengenyangkan. Dari toko roti manapun roti berasal, ia tetap lembut. Jadi perempuan dari suku manapun bisa tetap lembut, pada pasangannya, pada anak-anaknya. Asalkan ia mau berusaha.

4. Kecantikan perempuan berada dalam pandangannya yang teduh dan suaranya yang hangat.
Walau mata tak seindah bintang kejora, setiap perempuan bisa memiliki mata embun. Teduh. Sejuk. Tak gampang emosi. Menyikapi tingkah laku sekitarnya secara bijak. Ia selau berprasangka baik. Perkatannya bukan pisau yang menikam. Perkataannya adalah bara yang menyalakan semangat di dada. Tak ada kata sia-sia yang terucap dari bibirnya.

5. Kecantikan perempuan berada dalam senyumannya yang menambah kecantikannya dan membuat gembira hati orang yang melihatnya
Senyum adalah sedekah. Murah senyum tanpa bermaksud menggoda apalagi berlebihan bisa membuat wajah indah. Meskipun berwajah rupawan, tapi jika malas tersenyum, hanya aura negatif yang akan ditangkap oleh orang-orang di sekitarnya

6. Kecantikan perempuan berada pada intelektualitasnya
Ukuran intelektual bukan pada gelar sarjananya atau di mana ia pernah menuntut. Banyak ilmu-ilmu yang bisa dipungut dari sekitar, yang membuat si perempuan mejadi cerdas. Kehidupan adalah sekolah yang tak pernah tamat sebelum ajal menjelang. Tak ada sekolah untuk menjadi istri yang baik. Tak ada universitas yang melahirkan ibu yang baik. Ruang dan waktulah yang akan menempa perempuan mejadi istri dan ibu yang baik.

7. Kecantikan perempuan berada pada seberapa jauh pengetahuannya akan tanggung jawabnya terhadap keluarga, rumah, anak-anak , masyarakat dan umat manusia
Perempuan adalah sekolah pertama bagi anak-anaknya. Seberapa jauh pengetahuan seorang perempuan akan terlihat dari tingkah laku keluarganya. Ia selalu berusaha menjadi orang yang bermanfaat bagi sekitarnya. Mengambil peran penting dalam rangka memperbaiki lingkungan. Lihatlah laki-laki sukses di jagat raya. Dibalik kesuksesannya, pasti ada perempuan tangguh di menemani. Menjadi pendukung nomor satu, tempat kembali saat sang pahlawan lelah berjuang.

8. Kecantikan perempuan berada pada kemampuan dan keinginannya untuk memberi.
Orang bisa miskin harta, tapi ia bisa kaya hati. Selalu memberi, tanpa mengharap imbalan yang berarti. Ia senang ketika orang lain senang. Ia sedih ketika orang lain sedih. Kemurahan hatinya membuat wajahnya bersinar. Membuat ia selalu dirindukan, meskipun sosoknya biasa-biasa saja.

Mungkin masih banyak kecantikan lain yang tercecer. Tapi dengan kecantikan-kecantik an ini, perempuan manapun bisa tampil memikat. Mudah caranya, murah biayanya.

Satu hal yang paling penting, kecantikan-kecantikan ini sifatnya abadi. Akan dikenang meskipun si perempuan telah tiada. Tidak seperti kecantikan lahiriah yang sementara. Setelah tua, ketika senja menyapa, ia tak menarik lagi. Manakah yang akan Anda pilih? Kecantikan sementara atau kecantikan abadi?

Sumber: ”Ya Ma’syaru Ar-Rijaal, Rifqan bin An-nisaa
oleh Dr. Najah Ahmad Azh Zhihar, dan Ustad Cinta


Photobucket - Video and Image Hosting

Monday, November 13, 2006
Sambutan Lebaran dan Aqiqah

Suasana Lebaran belum lagi surut ditengah hujan lebat yang sudah membasahi Seattle selama seminggu lebih ini. Kali ini Ustad Joban berkenan hadir dalam suasana yang informal dan kekeluargaan dengan kawan-kawan dekat dari Indonesia, Malaysia, Singapore, Middle East, India dan American setelah 2 bulan meninggalkan Seattle.


Bertempat di kediaman keluarga Colling; open house kali ini merupakan yang terakhir kali di bulan Syawal. Open house berlangsung dari pukul 12.00 - 6.00 sore dihadiri sekitar 150 orang yang datang silih berganti atas undangan tuan rumah untuk syukuran aqiqah dan tamatnya menghafal Juz Amma dari anak keduanya Lucas Amir Colling. Ustadz Joban pun berkenan memberikan sambutan singkat dan menyampaikan rasa gembira untuk dapat berkumpul kembali di tengah kesibukannya yang padat. Di tengah acara ada juga Sr. Maryam dari Rumania yang mengucapkan kalimat Syahadat dan surah Al- Fatihah di tengah hadirin. Allahu Akbar, Sr Maryam telah menyatakan masuk Islam.









Makanan, snack, dessert yang beraneka ragam dengan tema International taste seperti samosa, biryani ayam, biryani kambing, kambing guling Arab, Salad, Ice cream cake, talam ubi, sara'ba drink, chai tea, es teler khas 747, punch drink kelapa, kue-kue Lebaran dan masih banyak lagi.









Semua tamu termasuk tuan rumah bersuka cita... semoga kita semua selalu diberkahi rahmatNya. Amien


Photobucket - Video and Image Hosting

Wednesday, November 08, 2006
Sweet Reunion


Alhamdulillah.... sungguhlah gembira hati masyarakat muslim Seattle ketika melihat Ustadz Joban beserta keluarga dalam event MAPS Eid Celebration di Illusionz, Issaquah pada tanggal 5 November 2006. Kami semua sudah rindu ingin berjumpa dan mendengarkan siraman rohani beliau...terlihat dengan antusiasnya mereka menyalami Imam Joban beserta keluarga.


Kedua permata hatinya....Mubashiir dan Noora...tak luput minta perhatian ayahanda tercinta. Beautiful bonding father and son....

Acara ini memang diutamakan untuk anak-anak dan keluarga; jadi suasananya bersuasana santai dan kekeluargaan. Makanannya pun khusus disediakan pizza dan soda yang memang kesukaan anak-anak.















MAPS Video
MAPS celebrate its milestone to community..

Every step has a goal
Every journey has a destiny
Thank You Allah for your blessing...


Video length is 6.00 min, double klik small arrow on the left corner and don't forget to turn on your speaker for Raihan nasheed.
Enjoy....


Photobucket - Video and Image Hosting

Monday, November 06, 2006
Halal Bihalal Iedul Fitri 1427 H

Halal Bihalal tahun ini bertema Dari Kita Untuk Kita dan Kekeluargaan yang diselenggarakan oleh Masyarakat Muslim Indonesia di Seattle. Bertempat di Yesler Commmunity Center downtown of Seattle pada tanggal 28 Oktober 2006, suasana halal bihalal dihadiri oleh sebagian besar masyarakat Seattle untuk saling bersilaturahmi di suasana Lebaran.
Penataan ruangan, makanan dan susunan acara diatur dengan seksama sehingga para tetamu dapat menikmati acara tersebut. Acara dimulai pukul 11.30 pagi diawali dengan kata sambutan, pembacaan dan terjemahan dari Al Qur'an, pembacaan surah pendek dari anak-anak, ceramah dan kemudian makan-makan hingga pukul 3.00 sore.








































Foto-foto koleksi: Editor dan Prabu Martakoesoemah


Photobucket - Video and Image Hosting



 
   
 
Pengajian Assyifa December 19, 2001
Daisypath Ticker